Kamis, 27 Mei 2010

Lalu, Aku.

AC takkan bicara selain tentang kebaikan dari sebuah rasa dingin. Begitu juga dengan kulkas, Yang membekukan apa saja yang tampak retas. Aku hanyalah secarik kertas. Dengan torehan katakata yang belum tentu akan menetas.

Seberapa dalam engkau perlu menggali kepastian, sayangku?


.: Porong, 28 Mei 2010

Melampaui Kematian.

Aku tampak lelah, tak lagi berumah. Genteng terakhir telah berguguran dalam diam; memasuki tanah tanpa sempat mengucapkan resah, juga airmata yang gelisah. Perjalanan selalu saja meninggalkan kesan yang seringkali tak terprediksi. Di suatu titik tibatiba diberhentikan paksa, harus setor pungli. Pada titik yang lain bisa tampak sangat menawan dengan geliatgeliat karat yang juga tak luntur disengat. Begitu panjang deretan kejang. Begitu risau tubuh mendesau.

Kisah ini mungkin tak berbeda dengan kisah ribuan lelaki penyangga malam lainnya. Tak ada penyesalan. Buat apa? Hanya kali ini, aku tak lagi berumah. Melangkah lelah. Dengan telinga kiri sebagai pembaringan terakhir menuju stasiun entah. Hidup terus berjalan, terutama setelah melalui dusta. Dalam parade kebenaran dan kesalahan sekelebat senyum pada wajahku membisiki pipi kanankiriku.

"Besok adalah ladangladang kemungkinan, tak perlu takut terseok."


.: Porong, 28 Mei 2010

Bermalam Pada Diam.

Terdampar di pintu rumah, aku sungkan memasuki desah. Padahal tinggal serambut lagi. Menunggu sekian gelisah, katakata pun mulai masukangin diterpa hujan yang menggenangi kerongkongan. Mungkin malam sedang tidur dalam posisi yang tidak presisi. Atau mungkin juga ini bukan rumah: hanya sekelumit resah yang tak lagi renyah.

Tak tahu harus bermalam di mana, aku menelepon harapan. Dengan gundah yang membuncah aku sabar mendengarkan nadapanggil yang tak kunjung dijawab. Sepertinya harapan sudah terlelap. Aku pun memutuskan berbaring pada diam, tanpa sempat mengucapkan salam.


Porong, 07 Feb 10

Lalu Tandaseru.

pada tembokkata yang rapuh diterjang makna aku menyela, mengingatmu renyah seperti pertama kali mata kita mengunyah.


porong, 19 juni 09

"Mimpi tadi malam," jawabnya.

"apa yang ku pikirkan tentangmu? tentang kita?"

ah kasih, aku dan kamu bagai halo raksasa ketika pelangi bertemu cakrawala. bak infiniti.

tentu saja kau menggoda, "mimpi tadi malam," jawabnya.

Semburan Cinta di Ladang Gas.

: sebuah kisahcinta


cinta adalah jalan kesunyian, bagi para penghafal bebunyian. kita tak akan pernah tahu seberapa dalam ketakutan sebelum kita mengulitinya. jaringjaring senyum yang saling merajut kalam hanya sekedar satu untaian dari desirdesir pasir yang memacetkan mesinwaktu kita - juga sumursumur gas yang membentang di sepanjang blokbrantas.

"sssttt..."
"kenapa?"
"jangan berisik, sedang ada yang berjuang dengan jidat berkilapkalap."
"mencintaimu adalah perjuangan tersendiri bagiku."
"mari mengokang kata."


porong, 18 mei 09
met ultah ambon, met mimpi indah cuplis (rere)

Di Jalanan Kami Hanya Punya Satu Identitas: Proletar.

botolbotol berguguran. jejaring tanda menuai lubang di sisi kanankiri marka yang berhamburan menjejali mata. "sedang ada yang melindap dalam keriuhan iklaniklan bilboard dan himbauan patuh lalulintas, perlahan. ada yang menjual 'kebebasan'?"



porong, 06 mei 09

Mendadak Retak.

tak ada aku
dalam ragu

pudar!

sesuatu berjalan
cepat
menyerupai ketakutan
yang gelap

aku karam


jogja, 11 maret 09

Tigabelas Larik Dalam Satu Lirik

kaku

kehilangan

aku

dalam

ragu

yang

menggebu



porong, 06 maret 09

Kemarau Dalam Penanda Hujan.

hujan kembali menghujam. menderas dalam raut gelisah kita yang hampir saja kehilangan aras. tak berhenti di situ, hujan juga menandai genangangenangan resah yang tersumbat sampah: tak ada lagi senja apalagi paradepelangi.

"anjrit! eh, asal tahu aja yah aku sayang banget ma tarian dalam perutku!"

"aku menyayangi sesuatu yang terbentuk lewat kawat apalagi jejakjejak yang berserak."

"aku butuh waktu melepas peluh."

sepertinya 24 jam sehari tak cukup bagi mulutmulut kita untuk bercerita. tangan kita kelu. kakikaki kita berat beranjak mendengar berita cuaca yang memenuhi kaca. kita terlalu sibuk pada masa depan yang belum lagi tertulis: ada senyum yang membujur mati dalam diriku dengan mata membeku. pada catatan di talijemuran dalam kainkafannya tertera penanda yang kemarau.

"kamu sama sekali ga sensitif!"

aku menatap kata yang yang dititipkan hujan pada banjir: kali ini aku yang akan mengungsi.



porong, 05 maret 09

Jarak Lesak.

mari menjemputnya
kita cukup berdiam
dengan ketenangan
dan kesenangan
yang saling merajut

- hanya berjarak beberapa huruf


porong, 29 januari 09

Teh Untuk Kita, Yang Meleleh.

masih hangat uap yang meresap dari jemarimu yang atraktif memainkan sendok. gula masih tersisa di selasela senyummu. segelas teh untuk kita pada sebuah senja. juga sepiring katakata sebagai camilan pembuka obrolan.

"sepertinya mau hujan," katamu, "nafasku mulai gelap."

sebentar aku menoleh pada suaramu, meyakinkan tak ada gentenggenteng yang bocor. lalu aku menurunkan kerai perlahan, sambil menyeka gemetar pada mataku.

"jangan nyalakan lampu. biarkan saja gulita menopengi kelamku," tambahmu.

lalu sedusedan itu, menggenangi kursi yang kita duduki. aku mulai kedinginan. angin memantulkan airmatamu pada lampugantung yang tampak buntung. perutku mengeluh, dipenuhi peluh sambil merayap mencari gagangkunci di pintu keluar yang terkunci bisumu.

segarpu tandaseru pecah. berserakan menghampari larutanlarutan fonetik yang lindap menghampiri. hujan masih terus mengejan.

di teras depan, teh untuk kita berdua mulai meleleh tanpa sempat bibir kita saling menoleh.


porong, 25 jan 09

Catatankaki Pada Jemari.

: rainbowparade dan para penghirup gas di porong

"cerita koma di titik ini."

aku mengambil sebentar alas semiotika dari tumpukan berwarna yang buatku tetap saja luka. jajaran surga tampak tak masuk akal dalam konstelasi sepi, juga taburan katakata dalam brownies manis yang katanya siap untuk dibagibagi. engkau luput mereguk asap itu: marahmarah pada merah yang, astaga... sedang berdarah!

"tak ada aku dalam diam," serumu.

senja berkarat. memblokade pelangi yang sedang tanak menggetarkan seisi jemari.

"lalu, jalan mana untuk memasuki catatankaki?"

"aku lelah menjadi yakin!"


porong, 25 jan 09

Diam Dendam.

kurobek mata malam hanya untuk mematikan lampu terakhir yang mendendam: ada sakit yang tersisa di sana. kita tak akan pernah tahu seberapa kuat kata sebelum kita menabrakannya pd pukulanpukulan telak dgn malam yang kemudian diam.

aku menunggu lagi, untuk bertarung.


porong, 5 des 08

Lalu Berjalan.

lalu kita berjalan tanpa perlu kenangan: membiarkan hujan menghapus jejakjejak yang berserakan. tak perlu sedusedan. kita tak lagi menginjak serpihanserpihan. di telapak kita telah tergenggam sepenggal keabadian dari ribuan kata yang berkejaran.

adakah yang terpejam dihela keheningan?


porong, 18 jan 09

Belati Senja.

akh cinta. terlalu indah buat cepat bosan! dan tubuh? aduuuhhh... apa lg ini - sebuah katalisator menuju surga bernyawa katakata. lalu aku dan dia hanya sanggup mendesah. tak ingin lagi resah. menjalar menyapui setiap hela di mana kita ada. dan kami hanya tersenyum. cukup senyum: menyisipkan belati pada kantung senja.


porong, 15 jan 09

Menjala Tanya.

"selesai sudah."

kesunyian tibatiba menyusup dengan kecepatan lelah. handbodymu baru saja membawa luka yang sengaja dibuka lalu terdiam di sudut senja yang ketakutan di bawah meja: aku lagilagi lupa menutup matakata yang semalam ketinggalan di sofa. panas juga langkah kita. tagihan telepon masih dipenuhi tandatanya tapi TV masih berbusa dengan BH dan dada yang saling berebut muka.

"di mana kita menaruh paruh?"


porong, 09 Jan 09

Menggeledah Hasrat.

engkau dapat membedakan kapur dan papantulis
tapi dapatkah engkau memisahkannya?


porong, 08 jan 09

Jejak Pelangi.

aku mengepaki jejakjejak yang masih membekas di sekujur tubuhku. tak lupa, kumasukkan juga desah terakhir hempasanmu

: menganyam pelangi.


malang, 05 jan 09

Mata yang Berkatakata.

: rainbowparade


"aku menunggumu di stasiun pertama perjamuan fajar. pada rongga nafasku."

berangkat tergesa, aku menumpang desah untuk segera sampai. lampu merah tampak hitam. dengan tubuh yang legam dihajar berbagai hasrat. koporku terasa makin berat. harapan yang berada di dalam mendengus penat.

"kita memang tak akan beranjak ke manapun. tidak juga kereta senja yang bergerbong pelangi."

tubuhku melepas kaku.

"tak cukup bagi pengalaman untuk menemukan kebahagiaannya; kebahagiaan harus menemukan sendiri pengalamannya."

engkau masih berkaca pada pagi - sebentar memberesi bedakmu yang menyumpal matahari. peron di matamu tampak lelah diantri keringatkeringat. segelintitr cemas menitik pelan dari jemari lentikmu: bau sabun masih menguap dari selasela gigimu.

"kita adalah dunia!"

malang, 05 jan 09

Sangkalala Baru.

malam terpendam. orangorang saling melempar senyum, menikam.

"tak ada apaapa di luar sana."

sangkalala akan tetap memburu seperti kamu yang terburuburu mengepaki haru. tawa memang menu yang menarik, mungkin - di tengah kata yang tercekik lalu dicabik sekelumit sengit pada saat kau mengejang. siapa bilang kita sedang merayakan kebaruan? tidak... tidak! aku tidak sedang mengutuki paranoia uban pinggiran urban. apalagi ingin memasukkan catatancatatan melelahkan ke dalam mesincuci. tapi lihatlah imaji yang terpancang tinggi: matanya begitu jalang menyala pada sepi yang kamu pikir wajib diresapi.

"aku hanya ingin menggenggam jemarimu. itu saja."


jogja, 1 jan 09

Doa Sebelum Tidur.

kakiku kaku.

aku harap sajakku sampai di ranjangmu lebih dulu.


jogja, 29 des 08

Kereta Tandatanya.

pada tetesan hujan aku menemukan keretaapi pertama menuju stasiun terakhirku: tak ada penumpang yang keluar meski kursi tampak lengang.

pagi bersendawa dengan salibsalib tercecer pada tubuhtubuh dewa. "sssstt... tadi malam surga telah moksa."

tiga jam datang setelah datang penumpang tak kunjung pulang meski rindu meradang: aku kehilangan peluit di salah satu gerbong tandaseru.

tibatiba tubuhkata seketika luka. pada rel ingatanku, mataku melintasi panjang ingataningatan yang tercecer waktu.

mencari insureksi.


jogja 29 des 08

Januari Beresolusi.

hujan mengendap.

ketakutan berjalan lindap pada tubuh yang lagi tak genap. kemarahan tak mampu barang sekedar menghangatkan gusar yang semakin menggelepar.

"rumahku tergenang kekalahan panjang!"

di dalam luka yang macet melahirkan cerita, setubuh ikrar takkan mampu membakar.

"menangislah, anakku. tak perlu ragu: satu waktu mereka akan mengalirkanmu pada kebenaran di hari rabu. tentunya dengan engkau yang telah compangcamping dihajar lengau."

gas pun mendesau. membumbui mimpimu dengan desah risau: didera kenangan akan engkau yang merangkak melepas igau.

"pisauku belum sepurba rambutmu!"


jogja, 29 des 08

Lalu Aku, Kamu.

lalu dalam dadaku tak lagi ada rongga. atau jendela. semuanya luruh belaian suluh: aku bukan saja telanjang. juga desah yang tak berhadapan dengan apa pun selain kedamaiannya sendiri.

lalu mataair terpancar, dari airmatamu di dalam aku: kita tak perlu lagi hujan sebagai pelengkap menu senja. katakata telah menjelma apa pun. rambut mata senyum tapi tidak dengan lupa.

lalu aku memasukimu dengan kecupan paling ikhlas.


malang, 18 des 08

Sudut Senja: Pelukan.

di samping ketiak siang ini terdapat malam yang muram. bintang yang sakit gigi bulan yang meriang dan dansa gelisah jangkrikjangkrik yang berdarah.

"matamu adalah buaian pagi. pada kedalamannya aku terasa terberkati mandi. lalu tak pergi lagi."

satu baliho rubuh diterjang senyum dalam dirinya sendiri. beberapa tubuh menyadari kesendiriannya dan mulai berani berkata, "tidak!"

di sudut senja, aku dan perempuan yang tadi mengoyak pagi dengan dansa bersama keringat dan ngengat yang menyeruak keluar dari ketakutannya; berpelukan.

di mana sang malam tergenggam?


malang, 18 desember 08

Rumah Nafas.

pada
nafasmu
aku
menemukan

RUMAH


malang, 18 des 08

Cerita Dapur.

kematian, kemarin bermalam di kamar bawah dalam diriku. membawa luka yang berceceran di seantero tubuhnya, ia memblokade senja. lalu tertidur.

"jam berapa ini?" sentaknya kaget saat keganjilan angka sembilan membangunkannya.

masih dalam kegalauan ia lalu bergegas ke dapur. memasak airpanas tak sampai 100 derajat celcius, ia merajang kopi dan menghabiskannya dalam tegukan yang genap.

"tak ada maaf bagi kecurigaan."

daun pintu terbuka. jendela kehilangan muka. belum habis gelisahku kutepis, kebingungan menderaku saat memasuki dapur yang terasa beku.

dalam diriku.


malang, 18 desember 08

Menyeruput Kalut.

Aku mendarat tepat di atas karat.

Pada tubuhnya terdapat darah segar yang berjalan dengan tegar. Temanku berujar, "ada banyak hal di mana masingmasing dari kita saling menunjuk, 'fasis'!" Kita perlu saling duduk kembali dan menyeruput kalut dari cangkir kita, mungkin.

Aksara lalu tertawa: tak sadar, kita sedang merajut kemungkinan di atas bulan yang sedang datang bulan.


Porong, 15 des 08

Menantang Hari

Hanya mendung. Engkau menggenangi dirimu dengan kabung. Terlalu banyak paragraf yang kau susun; engkau lupa dusun. Ingatlah saja kau bukan siapasiapa dan tak perlu menjadi siapa hanya untuk menolak jerat.

Mataharimu tak juga terik, bapak. Lihatlah! Lumpur tak akan mampu sendirian kau gempur.

"Aku akan minta suaka politik!"

Mari bapak, kita ulangi berhitung satu dua tiga... pelan saja: pita suaramu cukup ko' untuk menggantung bakrie.


Porong 05 des 08

Eksplorasi Sunyi.

Kurobek mata malam hanya untuk mematikan lampu terakhir yang mendendam: ada sakit yang tersisa di sana. Dengan sisa darahnya, aku terhuyung menelanjangi diri sendiri. Bulan mati. Sebilah tangis tergeletak di tangan kiri.

Bantu aku membatu.

Kita tak akan pernah tahu seberapa kuat kata sebelum kita menabrakannya pada pukulanpukulan telak dengan malam yang kemudian diam. Menahan karam.

Aku tak menunggu lagi.

Menghitung beberapa huruf untuk sampai pada malam kematian.


porong, 05 desember 08