Minggu, 23 Desember 2012

Makna menemukan sendiri katakatanya.





Tak ada yang cukup tahu bahwa sebelum menjadi waktu, aku adalah sesosok rindu.


Bekasi, 17 Desember 2012

Fragmen Rindu.

: Aryasatya



"Namanya Aryasatya Mahadythia," katanya dengan nafas terburuburu.


Seperti hujan, ia membawa angin sejuk. Tentu saja ia menyertakan juga harapan setelah sekian waktu kemarau menggoreng kegalauanku.

Bocah berkuping capang itu tak suka diam. Ia berlari menendang resah bolakbalik, selayaknya bola yang menggoda untuk dipermainkan. Tak lama, dicubitnya gelisah yang mencoba menghinggapiku diamdiam. Gelisah beringsut dengan mulut bersungutsungut.

Perasaanku leleh begitu saja. Aryasatya pun menjilatinya dengan sabar.

"Rasanya ga enak," serunya menggigil.


Jakarta, 01 Desember 2012

Sebuah Jalan Bernama Tandatanya.

Everything has been figured out, except how to live.
—Jean-Paul Sartre



Gambar berikut merupakan salah satu adegan dari film The Matrix. Sebuah adegan di mana Neo "diculik" oleh sekelompok orang yang akan membawanya ke Morpheus—orang yang teramat sangat ingin ditemui oleh Neo.


Di dalam mobil, tibatiba saja Switch menodongkan senjatanya ke Neo dan mengancam: "pilih bergabung dengan kami atau keluar dari mobil?!" Mendapat ancaman yang tibatiba, Neo menggeriap dan akhirnya memilih untuk keluar dari mobil—mencoba menguapkan gairahnya yang mendidih untuk bertemu Morpheus, untuk mendapatkan jawaban dari pertanyaannya: "apa sih Matrix itu?"

Lelaki yang Memunguti Hujan.




Hujan menjahit kenangankenangan yang tak sempat dibersihkan. Beberapa tampak lusuh, berdebu dan tak jarang pula yang berpeluh.

Dengan tabah, lelaki itu terus memetik detik demi detik gelisah yang terus membasah. Ia tak sempat mengelak. Apalagi menyalak. Sang lelaki mungkin tahu ini adalah bagian dari takdirnya.

Lalu dikemasnya bulubulu tangis dan tawa. Tak lupa sedikit warna cuaca serta berpenggalpenggal cerita yang tak sempat tereja--ke dalam sebongkah sukma.

Hujan menjahit kenangankenangan yang tak sempat dibersihkan, menjadi sepasang sayap bagi lelaki yang setia menungguinya. Mengarungi pelangi.



Bogor, 11 Nov 2012

Desah Hujan Menghujam.




Kenangan menderas bersama harapan yang berguguran. Dari jendela pikiranmu terbias suasana sendu yang memantul dengan jarijari menggamit sengit.

Lalu petir memanggil getir. Engkau meriak sepi purba yang seketika berteriak. Tak kau temukan apaapa. Gelisah belaka.

Sambil menutup mata.



Bogor, 10 Nov 2012

Gusar Sang Pejalan.

: Aryasatya



Bulubulu gedung bertaburan menghujani rinduku yang mengaspal. Pada sayap polusi, aku mengeja namamu untuk sekedar meriap sepi dalam kemacetan yang purba. Lalu banjir datang. Meriak bergelombang. Entah sampai kapan trotoar ini tabah menanggungnya?

Dalam pucat kota diriku.




Bekasi, 08 Nov 2012

Sekelumit Cinta yang Terjepit.

: Rainbowparade



Lidahku menyisir awan matamu. Membuatnya terurai bersama gedunggedung perkantoran yang menjulang. Saat jarijari bibirmu merekah, aku memoles make up--menjaganya tetap tabah pada jalanan macet nan resah.



Bekasi, 02 Nov 2012

Doa Sebelum Tidur.




Untuk cinta yang beranjak senja, kugelar padamu selimut duka--agar malam tak cukup kelam menyeduh subuh.



Bekasi, 01 Nov 2012

Seperti Hujan, Aku Menggenapi Keganjilanmu Memilih Jalan.




Gelisahku menyelinap kalap ke dalam selimut matamu yang berkabut. Dengan sekali hentak, mimpimu retak. Menjelma tiada. Pada aku.


Jakarta, 08 Agustus 2012

Pada Luka.




Teruslah berjalan wahai mata yang mengubur kata. Biarkan rindumu dikuliti airmata dari setiap helaan ragu. Sampai engkau lupa pada bilur yang menyelubungimu.

Lalu kelu.



Jakarta, 20 Juli 2012

Titik Nol Takdir.




Jangan menyela. Perasaan ini terlalu langka untuk ditata. Biarkan ia mabuk berkaca dalam cahaya. Tersadar akan tiada.


Jakarta, 04 Oktober 2012

Rindu yang Tak HabisHabis.

: Aryasatya


Malam menyempatkan diri mengecup embun pertama yang kuncup di selasela kantuk. Pagi Menggeliat. Merasakan sentuhan sayang di satu bagian tubuhnya.

Betapa durjana cinta kita.

Jakarta, 04 Oktober 2012

Komposisi Diri.




Aku terbangun sendirian. Kedinginan di dalam kulkas yang tidak lagi perawan sejak botol cocacola memasuki impian untuk mereguk kebahagiaan. Terhenyak, aku kebingungan mencari selimut di balik rambut yang mulai berguguran.

Karena tak kutemukan apaapa, aku bergegas memasuki kamarmandi. Berharap airpanas dapat menyelamatkanku dari hujaman kesepian yang tajam. Tapi aku terseok. Saat melewati cermin, aku tak melihat diriku di dalamnya. Tidak juga semburat sperma yang biasanya menggenangi liangmu.

"Apa ini, parade sakithati yang tak mengizinkan untuk menarikah?"

Tibatiba jasadku terguncang. Kesadaranku meremang. Detik itu juga tubuhtubuh penuh peluh berceceran ke dalam emberplastik berwarna hitam. Keberanianku merinding dan menggerinda setiap rasa ingin.

Aku tak lagi kedinginan, tidak juga kesepian. Aku melangkah gontai menghadapi cermin.

"Aku tiada dan menjadi segalanya."


Bekasi, 03 Okt 2011