Sabtu, 12 April 2008

Hujan Diam.



Pada lanskap tubuhmu darahku menguap menjadi butir-butir kegelisahan yang terburai di kejauhan, saat senjakatakata menjadi melata kehilangan matakakimatakakinya. Pun hujan, masih memainkan lakon tanpa sutradara: mengendapkan kesunyian yang ramai pada mulutmulutku tanpa membuatnya ungu.


Inilah aku: sesobek kenangan tanpa sosok.”


Dalam malammalam panjang kelahiran yang prematur, yang menjadikannya niscaya. Dalam riakriak pendek imaji yang tak sempat ejakulasi, yang menjadikannya miskin persepsi.


Memutuskan secarik pengkhianatan yang seksi lebih baik daripada berdiam diri dalam hujan.”


Satu dari mulutmulutmu membentuk vokal yang ikal.


Hujan belum juga berhenti.



Yk, 28 feb dinihari o6









***

Kita tidak menginginkan sebuah kebahagiaan di mana jaminan untuk tidak mati terkekang membawa resiko kematian karena tidak ada lagi perduli.”

Tidak ada komentar: