Selasa, 15 Juli 2008

Mengait Janji.


Sesenyap senja yang terbenam

bohlam aku terdiam

mengiringi malam

“makamkan saja gelisah yang demam”

Aksara masih menggigil

diterjang matamata yang merajang

aku diamdiam

memasuki lubang

nafasmu yang hendak karam

“bulu mataku jatuh, tepat di atas hidungmu.

Aku lupa jalan pulang”

Lalu kata menjelma neraka

lalu kelambu merebutmu

lagilagi kita lupa,

samasama lupa:

imaji selalu menjadi lampu yang menghantui

setiap helaan nafas kita untuk berlari

“gigiku menutup

sebagaimana jantungmu yang berdegupdegup”

Jemari kita saling mengait

janji

Jakarta 05 Februari 08

Tidak ada komentar: