Sesenyap senja yang terbenam 
bohlam aku terdiam 
mengiringi malam
“makamkan saja gelisah yang demam”
Aksara masih menggigil 
diterjang matamata yang merajang 
aku diamdiam 
memasuki lubang 
nafasmu yang hendak karam
“bulu mataku jatuh, tepat di atas hidungmu. 
Aku lupa jalan pulang”
Lalu kata menjelma neraka 
lalu kelambu merebutmu 
lagilagi kita lupa, 
samasama lupa: 
imaji selalu menjadi lampu yang menghantui 
setiap helaan nafas kita untuk berlari
“gigiku menutup 
sebagaimana jantungmu yang berdegupdegup”
Jemari kita saling mengait 
janji
Jakarta 05 Februari 08


Tidak ada komentar:
Posting Komentar