Minggu, 23 Desember 2012

Sebuah Jalan Bernama Tandatanya.

Everything has been figured out, except how to live.
—Jean-Paul Sartre



Gambar berikut merupakan salah satu adegan dari film The Matrix. Sebuah adegan di mana Neo "diculik" oleh sekelompok orang yang akan membawanya ke Morpheus—orang yang teramat sangat ingin ditemui oleh Neo.


Di dalam mobil, tibatiba saja Switch menodongkan senjatanya ke Neo dan mengancam: "pilih bergabung dengan kami atau keluar dari mobil?!" Mendapat ancaman yang tibatiba, Neo menggeriap dan akhirnya memilih untuk keluar dari mobil—mencoba menguapkan gairahnya yang mendidih untuk bertemu Morpheus, untuk mendapatkan jawaban dari pertanyaannya: "apa sih Matrix itu?"


Segera setelah Neo membuka pintu, Trinity mencoba menghentikan niat Neo untuk keluar, lalu berujar: "Selama ini kamu telah berada di sana, Neo. Kamu sudah tahu jalan itu. Kamu tahu pasti ke mana jalan tersebut berakhir. Dan aku tahu bahwa bukan di sanalah tempat kamu ingin berada."

Saat Trinity berkata demikian, Neo memperhatikan jalanan di hadapan matanya tampak rata, lebar, dan bersih. Tak ada orang atau siapa pun yang berada di sana. Dari jaraknya memandang, Neo melihat jalanan tersebut mulai menggelap dan dia tidak mampu lagi melihat apa yang berada di sana. Hanya ada entah, mungkin. Dengan demikian, Neo akhirnya memutuskan untuk kembali pada gairahnya semula: melanjutkan perjalanan bersama para "penculiknya" untuk bertemu Morpheus. Untuk menemukan jawaban dari pertanyaannya.

Adegan dari film The Matrix tersebut juga seringkali muncul dalam keseharian kita. Jalanan sepi yang Neo tempuh bersama para penculiknya saat malam dan hujan deras, menyimbolkan jalanan yang tidak banyak ditempuh oleh orang kebanyakan.

Pada awalnya Neo melihat jalanan yang tampak baik dan menarik. Lalu semakin menggelap saat kakikaki mengarungi tubuhnya lebih jauh lagi. Banyak dari kita yang telah menempuh jalanan tersebut, bahkan mungkin masih hingga saat ini.

Ketika kita sedang berbelanja halhal seputar gaya hidup—atau apa pun—kita tampak sumringah dan bergairah dengan barangbarang yang menggelayuti penglihatan kita. Sekali, dua kali, tiga kali kita menikmati kegiatan tersebut. Tapi sebagaimana jalanan yang semakin menggelap saat kakikaki kita semakin jauh menempuhnya, kita mulai dihinggapi oleh konsekuensi yang lahir darinya. Rasa khawatir dan ketakutanketakutan mulai mengambil tempat dalam diri kita.

“Bagaimana jika aku tak punya uang untuk membeli barangbarang yang menggoda itu? Bagaimana jika aku tak nyaman lagi dengan semua yang aku beli? Apakah aku cukup bahagia? Inikah takdir hidupku?”

Segalanya tentu saja dapat berjalan normal jika tak pernah ada kecelakaan saat kita hendak berangkat menuju tempat kerja. Segalanya tentu saja dapat menjadi parade sukacita jika saja Si Anu, teman kerja kita yang suka cari muka itu, tidak bikin ulah yang dapat menjatuhkan karir kita. Dan tentu saja, semuanya akan tersenyum jika saja Bapak/Ibu Itu selalu dalam mood baik sehingga tidak memecat kita tanpa pesangon.

Talitali peraturan tersebut mengikat kita di kehidupan seharihari sama persis dengan yang terjadi di film The Matrix. Neo telah seringkali berjalan di jalanan yang rata dan bersih itu. Dan Trinity mencoba mengingatkan bahwa seberapa sering pun kakikaki Neo mengeja jalanan tersebut, dia tak akan pernah dapat menemukan jawaban yang selama ini dicarinya. Neo tahu bahwa Morpheus adalah oase bagi dahaga dari rasa ingin tahunya. Namun tentu saja hal tersebut tak akan mudah, semenjak tak ada formula pasti bagaimana menjalani hidup yang bahagia itu.

Jika Neo keluar dari mobil dan kembali menyusuri jalanan sama yang selama ini ditempuhnya, setelahnya dia hanya akan bisa mendugaduga. Neo hanya akan mampu beranganangan, "seandainya", karena dia tak menemukan jawaban dari apa yang dia cari. Jawaban dari pertanyaan yang membawanya ke titik perubahan—untuk menghidupi hidupnya. Dalam malam yang mendendam, yang ditingkahi dengan hujan deras, Neo hanya mampu terpekur, "coba saja waktu itu aku tetap di dalam mobil... seandainya saja aku cukup berani..."

Kita semua berada di jalanan tersebut, kadangkadang, dengan harapan bahwa kita mampu mengusir masalah yang menggelayuti kita. Atau setidaknya, dapat membujuk sang masalah agar lebih lunak dalam mendidik kita.

Tak perduli seberapa banyak angka yang tertera pada umur kita, seberapa banyak buku pengalaman yang kita kumpulkan dalam perpustakaan hidup kita—tanpa keberanian untuk mencoba dan mencoba, kita hanya akan menjadi saksi dari keterpurukan diri kita sendiri. Impian bahwa "semua akan indah pada akhirnya" tanpa sebuah keberanian untuk melakukan breakthrough, sama halnya seperti Miyabi yang menjadi ibu kita—hanya terjadi di film bokep. Ilusi semata.

Sebagaimana Neo, kita memerlukan lebih banyak lagi keberanian. Agar mampu meloncat ke jalanan penuh hujan di saat yang lainnya takut basah. Tak perlu beringsut karena sepi, sebab seperti yang dibisikkan oleh Chairil Anwar, "Ini sepi terus ada. Menanti. Menanti."

Sebab masadepan belumlah tertulis.



Jakarta, 30 November 2012



Tidak ada komentar: