Rabu, 20 Agustus 2008

Entah yang Menyejarah.

Senja yang terbakar pada matamu belum juga redup. Orangorang berlari meninggalkan sesuatu yang ada tanpa sanggup kembali. Di salah satu titik, salah seorang dari kumpulannya terjatuh. Ia tak sempat mengaduh. Dengan sekujur tubuh yang pucat ia mencari tempat teduh—ia lupa sholat subuh!
Tak lama, salah satu pohon dalam ingatannya rubuh; menimbulkan gaduh. Hanya ada titiktitik cemas dalam saku bajunya. Itu pun telah jenuh. Ia tak tahu meski melangkahkan kemana jarijari kakinya yang telah melepuh.
“Risau ini tak dapat menyelamatkanku. Risau ini tak mampu meredam dendamku.”
Dengan kepastian emansipasi, ia menoleh sejenak ke belakang untuk kemudian meninggalkannya menuju entah yang menyejarah.
“Aku memilih pulih!”

Porong, 26 Juli 2008

Tidak ada komentar: