Minggu, 31 Agustus 2008

Kematian yang Menggairahkan.

Di dalam wajah ini tersimpan bibir yang satir, mata yang menyala, hidung yang berkabung, juga pipi yang penuh imajinasi. Masingmasing bagian memiliki alur ceritanya sendirisendiri. Aku hanya mengumpulkan mereka ke dalam rumah agar mereka tidak kepanasan atau kedinginan.

Suatu senja, seseorang bertambang siang mengajakku berbincang di bangku cakrawala. Dengan kopi hangat di dadanya, ia mulai menggelapkan langit.

“Aku berpikir tentang kematian―ia terasa begitu dingin dan sunyi. Satu waktu, aku pernah mengunjunginya di kedalaman cinta tak tertahankan. Dengan gairah membuncah aku mengajaknya bercumbu tanpa kondom. Entah dia alergi terhadap latex, bibirnya tibatiba mengeras.”

“Bagaimana dengan mataku yang menyala?” lirihku.

“Engkau telah cukup memberinya rumah, tak perlulah bersumpah. Katakata tak cukup mampu membawa terang pada gelap yang mengantarkan mereka lelap.”

Saat malam menghitam, aku melihat bibir, hidung, jug apipi sedang bergumul nikmat dengan kematian.

“Ambilah! Kebahagiaan terlalu panas sendirian kuremas.

Porong, 27 Agustus 08

Tidak ada komentar: