Minggu, 25 September 2011

Semangkuk Janji yang Tak Lagi Hangat.




Sebilah benci kuselipkan rapih di antara deretan harapan. Saat engkau merambat, aku akan menikamkannya rapatra. Hingga lelah dan melemah.

Dan aku berdarah.

Bekasi, 22 Sept 2011

Nyanyian Kepergian.




Aku menemukanmu tertidur di kamarmandi. Berselimut kabut, engkau lupa menggosok gigimu dan membasuh luka di ingatan. Kita pernah samasama tertawa saat dunia tampak kehilangan wibawa. Juga samasama mendesah saat vaginamu membasah.

Engkau lalu menggeliat, tak genap. Payudara telanjangmu mengekspos kisahkisah para pelarian yang tak sampai di garis perbatasan. Beberapa helai rambutmu juga tampak tanak, tidurmu tak nyenyak.

Aku yang hendak meratap mengurungkan niat dan memilih hilang dalam sekat. Dengan kegelisahan yang saling berdesakan aku hanya diam memandang katakata terakhir dalam igauanmu. Lalu kaku, dan segera beranjak pergi sebelum pagi.

Menggenggam malam yang demam.

Bekasi, 22 Sept 2011

Minggu, 18 September 2011

Happy Birthday To You.




Happy second years of living my dear son, Aryasatya Mahadythia. May the earth, wind, flame, and the water following you. May the force be with you. I always be with you.



Early Sept 19th, 2011

Kamis, 15 September 2011

Meniti Hati.

: Aryasatya Mahadythia



Malam terdiam. Tanpa gumam. Pagi nanti, izinkan aku berlabuh. Pada matamu yang teduh.



Indramayu, 28 Agustus 2011

Minggu yang Tak Sempat Menunggu.

: aryasatya mahadythia



Maafkan aku, nak. Mungkin lain sabtu. Jemput aku di stasiun rindu. Tepat waktu.



Bekasi, 22 Agustus 2011

Requiem Bagi Mimpi.




Ada sesuatu yang lengang saat bulan yang memanjang kumasukkan dalam kulkas. Ia tidak tampak mengaduh meskipun beberapa bagian pada freezernya melepuh. Sebelum ia tuntas meretas, aku telah melewati batas. Di atas kertas.



03 September 2011

Cinta yang Tak HabisHabis.




Aku menikmati hujan yang mengejan sebagaimana aku merayakan orgasme yang berisi puingpuing janji paling purba ke dalam kehangatan terjauh vaginamu.

Aku mencintai karam yang menghujam layaknya aku mengagumi rasasakit dari patahhati yang membawa kekuatan paling ikhlas untuk mentoleransi rasatakut tanpa menuntut balas.

"Demi memaknai inspirasi seharihari."


Indramayu, 03 September 2011

Kronologi Imaji.




Aku masih mencium aroma denging pesawat dalam dirimu yang menderu, tahun lalu. Kala rindu terselip di ruangtunggu. Saat engkau tak sabar memasuki mata yang tak berpintu. dan aku hanya termangu memandangmu yang tersipu malu.

Lalu beku. Lalu kaku.




Bekasi, 26 Agustus 2011

And The Desire Don't Wanna Stop.

: An ode to myself



Mungkin ini terdengar seperti omongkosong. Tapi meski sedang mengalami pahitnya anggurkehidupan, aku mencintai diri dan takdirku. Aku akan terus berusaha untuk mentoleransi kesedihan maupun kesendirian sebagai konsekuensi dari pilihanku. Lalu mengintegrasikannya dalam harapan dan kenyataan yang aku jalani. Aku hanya tak ingin mati sebagai orang yang tidak berani memilih dan menjalani takdirnya. Semakin aku menjalani hidupku, aku semakin tahu bahwa aku berada di jalan yang aku impikan selama ini, pada malammalam penuh kehangatan dan siangsiang penuh rasadingin. Lagipula, aku tidak pernah benarbenar sendiri. Ada semesta yang chaos, yang akan selalu ada meski kelak aku tiada. Jadi mengapa aku mesti terus meratapi konsekuensi wajar demi tujuanku untuk menghidupi hidup?

So keep move forward, my heart. the bridge on our back burnt already. There's no point to turn back. Let's stop trying to be happy and be happy.





bekasi, 17 agustus 2011

Badai Kalbu.

: Mahadythia



Saat merindu dirimu, aku hanya ingin tersenyum seperti dulu. Tapi aku tahu masa itu telah berlalu.



Bekasi, 26 Agustus 2011

Merah yang Berdarah.




Pintupintu tertutup rapat, aku bahkan tak sempat mengumpat. Tianglistrik yang sore tadi berdiri tegak mulai menguap. Keberanianku pun mengantuk—sejenis rasamanis yang mengiris.

"Sungguh, kehilangan kemampuan mencinta adalah bayangan yang mengerikan."

Aku terhenyak. Sejenak, aku membiarkan resahku tanak. Dengan langkah sesak aku memecahkan jendela yang bersuara serak: memasuki api diriku sebelum kaku mendahului ruangtunggu.




Bekasi, 17 Agustus 2011

Selasa, 16 Agustus 2011

Perempuan yang Tergesa.




Sperma di bibirvaginamu belum lagi mengering ketika kau banjiri tubuhmu dengan airmata. Lampu kamartidur dalam payudaramu padam. Keberanianmu padam. Dengan hentakan terakhir engkau menyudahi ekstase orgasme dan bergegas mengunci diri dalam kamarmandi.

Pada satu desahan engkau kembali tenggelam dalam diam.


Indramayu, 03 Juni 2011

Malam yang Mendendam.




Pada helaan ke sekian nafasmu, aku melompati ragu dan menyelinap kalap lalu terbaring dengan mimpi yang miring di satu sudut hening.

Engkau masih tak tahu di mana gerangan aku—sibuk mengepaki rindu yang akan dikirim kepada sabtu.

Dengan langkah payah aku menapaki tangga berjenjang yang ditumbuhi rambutpanjang. mencari aku di sekian tumpukan mimpi yang beberapa tampak karatan. Dalam dirimu.

"Betapa luka selalu saja membayang, sayang. Aku mencarimu, terus mengepaki waktu, pada setiap sudut kabut yang menyelubungimu. Juga aku."

Dua dendam pada satu malam. Bersemayam diam dalam katakata yang sebentar lagi karam.

Aku mencintaimu.



Cirebon, 28 Mei 2011

Pejalan Malam.




Ada tawa yang menjejak setiap kali kakimu mengayun jarak. Mengisi yang hilang dengan tarikan cinta yang terbilang. Ada rindu yang berjejalan pada setiap pluit yang menandakan kereta siap berjalan.

"Pagi nanti, aku akan memaksa mentari menjemur mimpimimpi."



Cirebon, 28 Mei 2011

Minggu, 15 Mei 2011

Suatu Senja, Lalu Kata.




Aku menyusup tergesa. Berjinjitjinjit cepat tanpa suara yang membangunkan malam, yang sedang matang menjaga setiap helaan nafas dari bibirbulan. Kubiarkan jejakku tertinggal mengintip kemesraan mereka membakar libido yang selalu menarik saat dirayakan. Nanti pagi, saat malam dan bulan selesai mengancingi nafas mereka kembali, dan menangkap jejakku yang sedari dini mengintip, jejakku akan meninggalkan jejak.


Sebagian diriku telah berada dalam kereta fajar menuju senja (kembali).


Jogja, 25 Agustus 2009

Kalap yang (ber)Harap.




Aku tertangkap tangan menangisi hujan yang baru saja tiada. Dibawanya tubuhku pada dedaunan sunyi di mana batangnya telah kehilangan janji. Lalu dengan tubuh yang tak lagi utuh aku masih sempat berpeluh,

"Jangan menyerah harapan."




06 Oktober 2009

Kontemplasi Spasi.




menghidupi ilusi, aku kehilangan diri sendiri.

Petapeta yang terbakar menyisakan paradoks kasar. Dunia adalah sesuatu yang selalu subjektif untuk ditakar, kita akan kesulitan memaksa sesuatu berjalan lurus di tengah alur spiral nan terjal.

"Apa yang kita punya?"
"Tak ada. Biarkan apa adanya."

Mimpi yang berguguran akan menemukan sendiri maknanya dalam perjalanan menuju mata yang terbuka. Kali ini biarlah kita hancur, terurai pada tanahjujur.



07 September 2009

Senin, 09 Mei 2011

Kamu di Sabtu Lalu.




Mataku tersedak. Jendeladadaku dibobol rindu. Pada aku.



Indramayu, 09 Mei 2011

Instalasi Kimiawi.

: Mahadythia




Telah dua malam kuerami tubuhmu dalam mataku. Membiarkan jendela telingamu tak tertutup, begitu juga dengan gigimu yang tak sempat mengatup.

Katakata tampak lengang tanpa satu pun aksara yang terngiang: keberanian tak kunjung tanak dalam benak.

"Berhentilah berusaha bahagia dan jadilah bahagia."




Indramayu, 09 Mei 2011

Minggu, 01 Mei 2011

Ruangtamu Matamu.




Dadaku menelanjangi matamu—dengan terlebih dahulu membobol gaun malam yang membungkusnya dalam merah semu. Tanpa sehelai daunpintu pun yang menyelubunginya, dadaku semakin leluasa memasukinya. Menjamah vasbunga, gagangtelepon, mematikan lampu, lalu mengayunkan lidahnya menyusuri kulitmatamu. Hingga pada kedalaman kadaluarsa dari poripori matamu.

Di dalam, dadaku tertegun naikturun. Bukan pada tangan sofakulit yang sedang hormat ke tivi plasma, atau tumpukan dvd di bahu speakeraktif—tapi pada apa yang ditemukannya dalam tanya yang akumulatif.

Dadaku terhenyak, apa yang dirasakannya tadi tak lagi berada di tempatnya. dadaku lupa pada tujuan yang membawanya menelanjangi matamu dan memasuki ruang terdalamnya. Ia tampak hitamputih. Dengan nafas satusatu, dadaku memburu, menciumi jejakjejak isyarat yang berserak.

Di ruangtamu matamu, dadaku menemukan mataku menggelinjang menggumuli waktu—

dalam aku.



Indramayu, 02 Mei 2011

Rabu, 27 April 2011

Suatu Waktu, Pada Isyarat yang Meragu.

selalu saja saat subuh engkau berlabuh. menancapkan colokanmu pada stopkontak yang diperebutkan oleh kabelcharger, kulkas, magicjar, lampubelakang, dan tagihan hutang.

selalu saja engkau datang saat rokok terakhirku setengah matang: menyisakan resah yang semalam kedinginan memeluk remote tivi. menjelang hisapan penghabisan, engkau lalu menyalakan kompor dengan gas yang terbatukbatuk.

"semakin jauh engkau menghindariku, semakin dekat aku pada ragu. membuatmu beku."





indramayu, 27 april 2011

Selasa yang Merindukan Senin.

kepalaku masih menempel pada sabtu saat engkau tersenyum minggu, melewati rabu dan membuat jumat malu.



indramayu, 27 april 2011

Senja Luka.

sore ini senja terluka oleh sengatansengatan sunyi yang sekian lama membeku di kulkasingatan. ia baru saja melangkah ke luar rumah memasuki jalanan panjang, sebelum kemudian berdarah. tepat di wajah.

dengan marah, senja akan mengadukan sunyi pada malam yang sebentar lagi kembali. ia bukan saja akan menangis, tapi juga akan menghamburkan sebagian resahnya—yang sedari tadi dijinjingnya dalam tas merah menyala.

tapi sunyi tak ingin berdiam diri. ia ingin merayakan kehangatan malam dengan lampuhitam. ia pun tak berhenti menyerang senja yang semakin luka.

luka senja semakin menganga seiring sore yang beranjak tua. dan ia tetap mencoba berjalan, hingga sampai pada malam—sebelum sunyi semakin menggigit kelam dan menenggelamkan segala yang kalam. bersama keremangan, ia sempat mengingat bahagia—berusaha dengan keras. "ah, bahagia memang jarang berlamalama tinggal di kepala. ia memang tak pantas diingat—lebih layak untuk dipahat."

langkah senja semakin berat, sebagaimana matanya yang semakin penat. "aku cuma tak ingin berkarat."


indramayu, 06 november 2010

Orang Asing di Negeri Yang Asing.

Lemarikaca mendapati diriku terkulai sunyi, di depan parade orang mati. Aku pun tersenyum, melihat TV berseragam polisi. Menjadi kyai.


Indramayu, 20 Agustus 2010

Lelaki yang Membawa Hujan.

kipasangin masih bertiup rintikrintik saat aku terjaga dari kalimatkalimatnya yang menggoda. aku melongok sebentar ke jendela pikiranku, "tak ada kabarburuk yang mampir." persis setelah menghela nafas terakhirku, aku terkejut ketika tibatiba air mulai mengganjili rasakhawatirku. lelaki itu ada di sini. aku selalu tahu gentenggenteng tak akan mampu menghalangi hujan yang dibawa dirinya untuk menerobos diriku. karenanya juga aku membiarkan rumahdiriku beratapkan kemungkinan. toh tak ada gunanya melawan harapan.

setiap kali lelaki itu datang, hujan tampak tak pernah malumalu melumat apa pun yang ada di diriku. untungnya, tak pernah ada oranglain yang pernah merekam kejadian itu, selain tanggalan merah bergambar awan yang sedang menggulung kasur.


akhir 2010, belum selesai.

Sabtu, 02 April 2011

Sepasang Duka yang Tak Luka.

: ode untuk nenek

Serasa dipeluk dipan dan almari, aku memasuki rambutmu yang terbujur kaku: tenggelam dalam ninabobo yang kian malam.


Terbenamlah, agar tak lagi lelah.



Indramayu, 02 April 2011

Nadir yang Menyihir.

Kipasangin merinding menatap balingbalingnya menggelinding. ketakutan pun semakin merayap. Lalu menggeriap dan kalap. Gelap.

Tak ada yang diam.


Ciputat, 18 Maret 2011

Jumat, 11 Maret 2011

Wahana Senja.

engkau hanya diam, membiarkan katakata berhamburan memainkan imajinasinya. membiarkan resah berevolusi untuk meledak membangun batas.

engkau cukup diam, tak perlu berkatakata--senja akan menutup tirai.

untuk kita.


bekasi, 12 maret 2011

Kamu. Ya, Kamu.

petapeta terbakar
kesedihan berkelakar

: terkulai bahagia

bekasi, 12 maret 2011