Sabtu, 07 Juni 2008

Malam yang Beranjak Diam.


Malam beranjak diam.

Menyusun ketidaktepatan tertentu untuk menghasilkan dendam. Tubuhtubuhku digelayuti mimpimimpiku atas nafasnafas yang memburu. Tandatanyatandatanya menulisi pikiranku dengan semacam tinta yang juga tak suci—ada beberapa bayang berasap memakai jubah dengan tubuh yang rebah. Mungkin ketakutan mungkin kegilaan sedang meninabobokannya. Bukan karena perasaan yang tertawa atau sendawa, yang pasti.

Aku tahu itu!

Masih dalam keremangan, semacam pasar malam yang tibatiba saja karam, daundaun dari awan menetaskan hujan yang juga beranjak diam. Spermasperma berceceran dari setiap ucap yang menguap. Susunan bahasa yang kau genggam pun menggelinjang panjang, tanpa kepastian sejauh mana akan bertahan. Langit menengadah. Berselingkuh dengan tanah untuk merayakan kesucian dari lahirnya putraputri jadah.

Masih perlukah perayaan kesunyian yang lain, sayang?

Tidak ada komentar: