Sabtu, 07 Juni 2008

Paragraf Persetubuhan.


I

Semerbak nyanyian tubuhmu membangunkan segumpal wajah yang lama terbenam dalam merah. Kematian. Begitu erat ia mengalunkan cerita cinta berkalung daundaun yang berguguran dari matamata bersolek kecantikan.

Lalu engkau memberi isyarat pada tubuhmu untuk diam. Sejenak. Dan membiarkan dengungdengung dari nada yang lain untuk memainkan instrumeninstrumen sedih yang menerbangkan setiap kata pada bentuk tak bernama yang memiliki banyak pintupintu untuk dimasuki.

Di sana kita menyudut dan tersulut suatu entah yang berdarah. Parah. Kita bergegas membalut kesunyiankesunyian secara serentak dengan senyumsenyum yang terkulum seperti halnya fontfont vokal berambut ikal.

Gerimis jatuh meringis. Tanpa kata. Bayangbayangmu berhamburan menjumputi remahremah tanah yang menerbangkan sayapsayapku pada kalimatkalimat rekat dan mengikat menjelma paragraf.

Aku terhempas dengan perut yang terantuk keras pada batubatu, yang mulai terantuk; dalam diriku.

II

Lalu engkau tertawa.

Jika saja kita punya cukup waktu untuk menulisi langit dengan awanawan pastel yang berhamburan hurufhuruf tanpa luka pada detik ketika engkau menjerit kecil, mungkin hujan enggan mampir barang segelintir.

Gejolak terlalu kuat menghentak. Dan kita benarbenar lupa apa yang hendak disampaikan keringatkeringat yang menyelubungi kemaluanku, juga kemaluanmu.

Tapi kita tertawa.

21 jan 07

Tidak ada komentar: