Sabtu, 07 Juni 2008

Seringai Merah Jambu.


Serupa bening yang mengiringi hening, ia kembali pada titik sebelum resah mengulumnya. Masih menggenggam aspal dan kacakaca, ia bernyanyi lirih. Sampai mulutnya tak mampu mengeluarkan aksara apapun—hanya bentukbentuk rongga yang menggeliatliat.

“Kita mungkin tak perlu apapun untuk mati.”

“Bahkan sekedar alasan?”

“Mati memiliki logikanya sendiri.”

Senja lalu menciumku seperti kekasih yang lupa jalan pulang. Menatap terus ke depan. Sekaratnya dan sekaratku bertabrakan. Kita terpental menjelajahi kebisuankebisuan vibrasi televisi. Sekarang, kita benarbenar tak tahu berada di mana.

“Setidaknya, mati bukan mitos.”

Hidupku di dalam diriku yang hidup bersama diriku menyeringai. Merah jambu.

Senin, 06 Agustus 2007

Tidak ada komentar: